Pencarian cinta dan refleksi hati – Emma, novel Jane Austen

Jika kamu suka novel Jane Austen “Pride and Prejudice” maka novel “Emma” ini adalah novel yang berbeda dengan novel Austen lainnya karena penuh dengan komedi satir dan agak mengejutkan dan emosianol pada endingnya.

Tokoh protagonis kita adalah Emma Woodhouse adalah seorang gadis yang cantik, berstatus sosial tinggi, kaya dan memiliki hubungan sosial yang luas, karena kelebihannya ini membuat Emma tidak terikat pada keharusan untuk segera menikah, hingga Emma merasa perlu bereksperimen dengan membantu temannya dalam mencari pasangan hidup.

Namun ternyata Emma bukanlah makcomblang yang piawai, kecerobohannya justru membuatnya temannya jadi makin sulit mendapatkan suami, hingga saudara iparnya Mr. Knightley menegurnya agar tidak bermain-main dengan perasaan temannya yang malang itu.

Emma yang keras kepala itu tidak mau menerima kekurangannya itu, hingga akhirnya Emma membuat suatu kesalahan fatal ketika ia tidak sengaja membully temannya yang berstatus sosial lebih rendah darinya.

Mr. Knightley sangat marah dan menegur Emma dengan keras, kecerobohan Emma itu benar-benar tidak bisa ditolerir lagi, Emma menyesal dan menyadari kesalahannya itu, dan dia berusaha dengan sepenuh hati untuk memperbaiki situasi hingga semua orang bisa memaafkannya.

Mungkin kita saat ini merasa bahwa apa yang dilakukan Emma itu adalah hal kecil dan tidak penting, namun bagi orang zaman dulu mengucapkan suatu hal yang menyinggung perasaan orang lain atau membully adalah hal yang sangat luarbiasa, apalagi status sosial Emma yang tinggi itu harusnya justru mencegahnya dari mengucapkan hal yang menyinggung perasaan orang lain, karena semakin tinggi status sosial seseorang maka semakin sempurna moral, intelektual dan kualitas bahasa yang dimilikinya.

Berbeda dengan kita yang hidup di masa modern ini justru terbiasa dengan bahasa yang rendahan dan kasar, entah kenapa status sosial dan ilmu di masa ini tidak bisa mencegah kita dari pemakaian bahasa kasar itu. dan dalam kehidupan sehari-hari kita terbiasa dengan perlakuan bully

Kesungguhan Emma untuk mengubah dirinya meluluhkan hati Mr. Knightley, perlahan-lahan tumbuh perasaan cinta diantara mereka dan hingga akhirnya Mr. Knightley melamar Emma untuk menjadi istrinya.

Anya Taylor-Joy stars as “Emma Woodhouse” in director Autumn de Wilde’s EMMA., a Focus Features release. Credit : Focus Features

Bagaimana Bangsa Arab bisa maju dengan menjaga pernikahan, Sex and Culture 2 – Prof. Unwin

Beberapa waktu yang lalu aku pernah menulis tentang ahli antropologi, prof J.D. Unwin yang mempelajari semua peradaban dunia dan membuat kesimpulan bahwa ada hubungan antara kemajuan suatu peradaban dengan pembatasan hubungan seksual,

intinya kesimpulan dalam buku “Sex and Culture” itu : makin maju suatu peradaban jika mereka membatasi hubungan seksual seminimal mungkin.

awalnya aku pikir profesor dari Oxford inggris ini tidak membahas tentang Islam, paling dia cuma menyebutkan tentang suku musulman dan bangsa “Mohammedan” (pengikut Nabi Muhammad) di bab pertama dari bukunya itu,

ternyata justru prof Unwin membahas cukup panjang tentang bangsa Arab di bab paling terakhir dari bukunya itu, saya kutip langsung di bawah ini :

“Sejarah bangsa Arab adalah contoh yang terbaik, setelah kelahiran Nabi Muhammad, mereka menerapkan peraturan agama yang membatasi hubungan seksual pranikah secara maksimal, menerapkan energi ekspansif yang besar yang terlindungi dalam pengaruh peraturan poligami absolut, dan kemudian dengan mereka menikahi para wanita dari bangsa lainnya mereka menaikkan energi ekspansif itu lagi dan lagi……..

kemudian prof Unwin mencantumkan Surat An-Nisa ayat 3 yang mengatur tentang pembatasan jumlah wanita yang bisa dinikahi : “maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja”

“Energi yang tercipta karena pembatasan pernikahan itu membawa bangsa Arab bisa berekspansi sampai ke Mesir, kemudian mereka terhenti disana, sampai mereka mulai menikahi para wanita diluar suku mereka dan menciptakan bangsa baru yang menaklukan afrika utara, energi ekspansif mereka dilanjutkan oleh bangsa berber, sampai mereka masuk ke Eropa melalui Spanyol, sekali lagi bangsa Arab menikahi para wanita Kristiani dan Yahudi, dengan segera muncul generasi rasionalis berkembang disana, dan terus mekar hinga dua atau tiga abad lamanya…….”

membaca buku prof Unwin ini membuat saya jadi mengerti mengapa mereka selalu berusaha mengasingkan kita dari agama kita sendiri dan selalu menyerang kita dengan segala gaya hidup seks bebas yang jorok, rendahan dan vulgar,

barusan ini beredar video di sosmed dibuat oleh anak2 gadis ingusan yang menampilkan obrolan seks vulgar dengan memberi pesan bahwa hal itu adalah keren dan cool…..padahal di barat sendiri mereka sudah mulai meninggalkan gaya hidup seks bebas karena mereka paham betapa rusaknya gaya hidup itu.

untuk membangkitkan lagi peradaban Islam ini memang diperlukan kerjasama antara laki-laki dan wanita, dalam Al-Quran disebutkan bahwa baik laki-laki dan wanita diperintahkan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan dalam hubungan pernikahan, kewajiban menundukkan pandangan itu bukan hanya ditujukan pada wanita saja tapi terutama pada laki-laki,

tidak bisa kemajuan peradaban tercapai hanya bertumpu pada satu pihak saja.

berikut adalah postingku tentang buku Sex and Culture : https://wordpress.com/post/susandevy.wordpress.com/2753

Perang revolusi Yunani, awal dari perang dunia pertama

Di abad 19, terjadi revolusi kemerdekaan negri Yunani (Greece) dari kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) dimana Yunani mendapatkan dukungan penuh dari negara-negara Barat, yaitu Inggris, Perancis dan Rusia.

Padahal sebenarnya Yunani gak perlu memerdekakan dirinya, sejak kejatuhan Konstantinopel, Yunani mendapatkan otonomi penuh oleh kekhalifahan Utsmaniyah, bahkan banyak orang yunani menjadi pejabat tinggi di kota Istanbul, dan gereja ortodoks di Istanbul di pegang oleh pendeta2 Yunani,

Setelah perang yang panjang, akhirnya Yunani berhasil merdeka dari Ottoman, kemudian Inggris dan sekutunya masuk ke Yunani dengan harapan bisa menjadi Yunani bangkit lagi menjadi pusat peradaban Barat seperti zaman Yunani kuno dulu,

Tapi ternyata Yunani kuno itu beda jauh sama Yunani modern, mereka gak sepintar Diogenes yang gila itu dan gak sekeren prajurit Spartan yang heroik, pasukan yunani yang berperang melawan Ottoman cuma kelompok gerilyawan dan rakyat biasa aja,

Ketika orang-orang Inggris membacakan puisi Homer kepada rakyat Yunani, malah orang-orang Yunani itu kebingungan dan gak ngerti bahasa itu,

rupanya bahasa Yunani klasik benar-benar beda jauh dengan bahasa Yunani modern. Dan usaha Barat menjadikan Yunani sebagai pusat peradaban Barat pun gagal total.

Perang Yunani ini adalah awal dari perang balkan dimana negara-negara balkan (Yunani, Serbia, Montenegro dan Bulgaria) di awal abad ke 20 yang memicu perang dunia pertama.

Fatherless generation dan fenomena hilangnya cinta dalam keluarga

Lagi heboh podcast pro lgbt itu, dan ada ustad yang share pengalaman jamaahnya jadi gay karena kehilangan figur bapak dalam hidupnya….

teringat ada buku terkenal berjudul “Fatherless Generation” karangan John Sowers yang mengupas semua masalah dalam generasi now, yaitu depresi, bullying, kekerasan, gay lesbian sampai bunuh diri itu semua diakibatkan oleh hilangnya figur bapak dalam keluarga,

Hilangnya figur bapak itu dimulai ketika revolusi seks pada era 60an yang berakibat naiknya jumlah anak yang lahir tanpa ayah, dan akibat dari anak-anak yang hidup dengan satu figur ibu saja maka muncullah generasi yang kehilangan identitas seksualnya dan terjebak dalam hubungan gay lesbian.

Saya pikir buku fatherless generation ini ada hubungannya dengan sex and culture dari prof. Unwin yang membuktikan bahwa kehancuran peradaban dimulai ketika masyarakat terjebak dalam hubungan seks tanpa ikatan pernikahan.

Solusi dari Fatherless generation adalah : kembalikan lagi figur bapak sebagai tokoh utama dalam keluarga, seorang ayah adalah pengayom, penyayang dan pendidik untuk semua anggota keluarganya, dan setiap anggota keluarga harus mendukung agar si bapak bisa menjadi pemimpin rumah tangga.

Kita sudah beruntung punya contoh terbaik dari bagaimana Rasulullah menyayangi anak perempuannya Fatimah, hingga Fatimah justru gembira ketika tahu bahwa dia yang pertama akan menyusul bapaknya.

Saking begitu sayangnya dia kepada bapaknya hingga dia tidak mau hidup lama di dunia.

Apakah kita punya cinta segitu besarnya kepada anak-anak kita?

Fatherless generation adalah akibat dari hilangnya figur utama sumber cinta dan kasih sayang, dan ketika cinta dan kasih sayang itu hadir lagi maka semua masalah itu akan selesai dengan sendirinya

“Sex and Culture” – J.D. Unwin, buku yang meramal kehancuran peradaban

pada tahun 1934, seorang profesor antropologi inggris, J.D. Unwin menulis buku berjudul “Sex and Culture” dimana dia mempelajari sekitar 80 peradaban, dari hasil pengamatannya itu dia menyimpulkan bahwa ada korelasi yang sangat kuat antara hubungan seksual dengan perkembangan peradaban bagaimana hubungan seksual itu bisa memberikan kontribusi yang baik pada suatu peradaban.

Unwin adalah seorang rasionalis dan tidak relijius, maka dia menggunakan pemikiran rasionalisnya dalam bukunya itu dan dia membuat suatu kesimpulan yang sangat fenomenal : bahwa jika suatu peradaban mulai membebaskan hubungan seksual maka dipastikan bahwa peradaban itu akan hancur dalam kurun waktu tiga generasi.

sementara itu jika suatu peradaban menerapkan peraturan yang membatasi hubungan seksual hanya dimulai setelah pernikahan dan tidak ada kebebasan seksual selama dalam kehidupan berumahtangga maka dipastikan bahwa peradaban itu akan maju dalam waktu tiga generasi, dan akan mencapai suatu tahap emas yaitu “Peradaban Rasionalis” yang unggul dalam segala bidang yaitu : sains, sastra, seni, ekonomi, teknologi, pertanian, perniagaan, arsitektur dan sebagainya.

intinya Unwin membuat suatu konsep peradaban dimana ketika suatu peradaban membatasi hubungan seksual maka akan tercipta “Sosial Entropy” (yang mengadopsi hukum termodimika pindah panas) yang ketika energi seksual dibatasi dalam suatu hubungan yang tertutup maka perkembangan peradaban menjadi maksimal,

sebaliknya jika suatu peradaban membuka sosial entropy itu dan menjadi “sexually liberal”, maka energi yang bersifat ekspansif dan kreatif itu akan hilang dan peradaban akan hancur.

Aldous Huxley, pemikir dan sastrawan inggris berkata bahwa buku karya Unwin ini adalah buku yang sangat penting, terutama karena buku ini bisa meramalkan bagaimana nasib peradaban barat, Huxley menuliskan buku fiksi distopia futuristik berjudul “Brave New World” yang menggambarkan masa depan ketika kebebasan seks menjadi legal, hubungan cinta adalah ilegal, tidak ada keterikatan emosi dan seks tidak berfungsi untuk reproduksi tapi hanya untuk kesenangan semu dan distraksi.

saat ini ada beberapa pemikir yang membahas buku Sex and Culture ini lagi dan jika Unwin benar maka peradaban barat harusnya sudah mencapai tahap terakhir yaitu dalam masa kehancuran, jika kebebasan seks itu dimulai dari generasi baby boomer atau masa perang dingin sekitar tahun 60-70, maka saat ini peradaban barat sudah memasuki fase terakhir.

tapi hal itu tidak berlebihan juga, kita sudah melihat kemunduran peradaban barat yang sangat signifikan, misalnya barat tidak lagi melahirkan sastrawan seperti Shakespeare dan Robert Frost, tidak ada lagi puisi dan musik yang bisa menyentuh hati, semua yang dihasilkan peradaban barat hanya sebatas hasil candu dari kebebasan seks rendahan.

Unwin sebagai seorang rasionalis memang tidak menghubungkan hasil temuannya dengan agama, namun bagaimanapun dia membuat kesimpulan bahwa dalam urusan hubungan seks ini mungkin agama bisa berfungsi karena memiliki unsur rasionalitas yang berguna untuk menjaga peradaban agar terhindar dari kehancuran.

Tugas Akhir Sekolah Pemikiran Islam : Studi Banding Antara Eksistensialisme Jean-Paul Sartre dan Abdul-Rahman Badawi

Sekolah Pemikiran Islam adalah lembaga pendidikan yang berdiri sejak 2014 untuk membangun tradisi ilmu dikalangan umat untuk menghadapi serangan pemikiran (ghazwul fikri) di masa modern ini, saya sudah mengikuti kelas SPI semester pertama di angkatan ke-10, kemudian kembali meneruskan kelas SPI semester kedua di angkatan ke-11 ketika masa pandemik ini.

salah satu syarat utama agar lulus dari kelas SPI semester kedua adalah membuat Karya Tulis yang berisikan topik yang sesuai dengan dunia pemikiran pada umumnya, maka saya pilih topik eksistensialisme karena menurut saya cabang filsafat yang modern ini sangat cocok untuk dibahas.

ada beberapa kendala yang saya hadapi untuk menyelesaikan karya tulis ini, terutama karena kurangnya referensi juga keterbatasan waktu, tapi setidaknya saya melakukan sebaik mungkin agar karya tulis ini memenuhi syarat untuk menjadi suatu tulisan yang cukup bermutu.

saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pengurus Sekolah Pemikiran Islam yang sudah berdedikasi untuk membangun tradisi ilmu Islam yang mumpuni untuk melawan berbagai serangan pemikiran, semoga SPI semakin harum namanya dan semakin memberikan kontribusi terhadap kemajuan pemikiran Islam di negri ini.

dibawah ini ada link file pdf karya tulis tersebut.

Sultan Bayezid, Timur Lenk, dan Perang Ankara

Jauh sebelum Penaklukan Konstantinopel, perang paling hebat di abad 14 adalah perang Ankara antara Sultan Bayezid I dan Timur Lenk,

Sebagai penerus Gengis Khan, Timur Lenk tidak pernah sekalipun kalah dalam perang, sampai ia mengepung kota Damaskus dan bertemu dengan ulama besar Ibnu Khaldun (yang diutus sultan Mamluk sebagai diplomat)

Ibnu Khaldun – setelah mengetahui kekuatan pasukan Timur, memberikan saran kepada semua pemimpin agar jangan berani menantang Timur, lebih baik bertahan didalam kota saja dan membayar upeti pada Timur,

tentunya kecuali Sultan Bayezid yang barusan menang dari perang Nicopolis (Bulgaria) melawan pasukan crusaders,

Perang sepertinya tidak bisa dihindari, apalagi kedua pemimpin itu sudah sering berbalas surat yang isinya saling mengejek istri2 mereka, mungkin sekarang bisa disamakan seperti debat online di Twitter, dan akhirnya Timur maju menuju Ankara, sedangkan Bayezid masih mengepung kota Konstantinopel,

Timur sampai duluan di Ankara, jadi punya kesempatan untuk membendung sumber air, hingga ketika Bayezid dan pasukannya tiba mereka tidak dapat pasokan air, hal ini memaksa Bayezid untuk segera berperang agar semua selesai tuntas

Bayezid didampingi oleh empat anak laki-lakinya, dan iparnya pangeran Stefan dari Serbia, walaupun Bayezid terkenal tangguh dan hebat tapi jelas pasukannya jauh lebih sedikit dibandingkan pasukan Timur, apalagi ditengah perang tiba-tiba pasukan tar-tar berkhianat dan pindah ke kubu Timur, hingga menyebabkan perpecahan dalam pasukan Bayezid.

Bayezid makin terdesak, pangeran Stefan menyarankan agar sultan segera kabur tapi Bayezid tidak mau dan menyuruh Stefan dan keempat anaknya segera kabur dari perang, satu anaknya bernama Mustafa tertangkap, sedangkan Bayezid tinggal bersama sedikit pasukan elit Janisary terkepung oleh pasukan Timur, mereka berperang sampai akhirnya Bayezid kalah dan ditangkap oleh Timur,

Bayezid adalah satu-satunya sultan Turki yang pernah tertangkap oleh musuh, diriwayatkan bahwa Timur memperlakukan Bayezid dengan baik namun Bayezid wafat beberapa bulan kemudian dalam penjara,

Sepuluh tahun kemudian anaknya Mehmed I (kakeknya Sultan Mehmed II Al Fatih) menjadi Sultan setelah menang dari perang saudara.

Bayezid adalah musuh yang sepadan untuk Timur, dan dia berperang dengan berani dan mengorbankan dirinya agar anak-anaknya bisa selamat

Jane Austen, rasionalitas dan relijius

Jane Austen saat ini sering disangka sebagai penulis novel genre romantis, padahal sebetulnya Jane Austen ini sangat relijius dan novel-novelnya berisikan kisah-kisah relijius.

kenapa bisa begitu ?

tulisan Jane Austen adalah manifestasi dari pemikiran relijiusnya, misalnya dalam Pride and Prejudice, tokoh Mr. Darcy adalah simbol dari karakter yang memiliki nilai moral yang sangat tinggi, namun karena dia terlalu rasional maka Mr. Darcy tampak sangat arogan, anti-sosial dan mudah disangka sebagai tokoh antagonis, namun diakhir cerita justru Mr. Darcy adalah orang yang sangat peka, problem solving dan memiliki perasaan yang sangat dalam.

begitu juga dalam novel “Sense and Sensibility” yang dua tokoh utama adalah kakak-adik Elinor dan Marianne, yang memiliki karakter yang sangat bertolak belakangan, Elinor adalah wanita yang sangat mandiri, rasional dan sering mengorbankan perasaannya demi kepentingan orang lain, akibatnya Marianne sering menyangka bahwa Elinor adalah kakak yang tidak punya perasaan, namun justru Elinor yang selalu menyelamatkan Marianne dan keluarganya dari semua masalah dalam hidup mereka,

bahkan Elinor dengan kemampuan pemikiran rasionalnya bisa meyakinkan Marianne bahwa perasaan cintanya yang mendalam itu adalah suatu emosi yang salah, hingga Marianne bisa segera move on dari kegagalan cintanya dan meraih cinta baru yang lebih memiliki harapan.

sayangnya film adaptasi Pride and Prejudice dan Sense and Sensibility ini tidak mampu menampilkan karakter utuh dari dua tokoh rasionalis : Mr. Darcy dan Elinor,

bahkan dalam film adaptasi dari sutradara Ang Lee itu Elinor tampak emosional dan banyak bagian penting ketika Elinor memberikan analisanya yang tidak ditampilkan dalam film itu, tapi memang hal itu bisa dipahamai karena film adaptasi harus disesuaikan dengan selera penonton.

jadi manifestasi moral agama dalam novel Jane Austen ini terdapat dalam karakternya dan bagaimana karakter itu menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup mereka.

Jane Austen tidak memerlukan simbol agama untuk menampilkan relijiusnya, ia cukup menampilkan kekuatan karakternya dalam novelnya, dan sayangnya kita tidak mampu memahami hal itu karena kita telah kehilangan kemampuan berpikir secara rasional

Ekspedisi Napoleon, hallmark era modernisasi dunia Islam

Ekspedisi Napoleon ke Mesir di awal abad 19 adalah perang pertama hegemoni Barat atas dunia Timur,

Selama berabad2 perang antara Barat dan Timur adalah perang agama, kecuali Perang Napoleon ini, bahkan kekhalifahan Utsmani harus menjelaskan pada dinasti Mamluk bahwa musuh dari Perancis ini adalah aliran atheist, agnostik dan sekular

Jadi ini pertama kali jihad melawan aliran baru, yang juga menandai awal era modernisasi dunia Timur,

Walaupun ekspedisi Napoleon di Mesir ini gagal total, apalagi pasukan Perancis menderita dengan serangan gerilya dari kaum muslim dan cuaca padang pasir yang seperti neraka, tapi Napoleon mendapatkan apa yang dia cari ; prestise dari Perancis atas berbagai ekspedisi yang dia klaim berhasil

Setelah Perancis kalah di Mesir, masuklah Inggris yang berebut posisi di Mesir dan memulai perang proxy pertama yang sangat lama, seperti yang kita tahu bahwa babak berikutnya adalah perang dunia pertama, perjanjian Sykes Picot dan seterusnya sampai masa modern ini……

Sejarah memang cuma pengulangan episode drama lama aja,

Kita lihat setelah berlalu hegemoni Perancis dan Inggris, muncul dua superpower dunia yaitu Amerika dan Soviet yang juga menjadikan dunia Timur sebagai medan perang dan daerah proxy untuk terus mengukuhkan hegemoni Barat,

Setelah berlalu Soviet, Amerika terus menekan dunia Islam yang secara tidak langsung melahirkan superpower lainnya yang lebih kejam, lebih massive dan lebih rakus, bahkan mampu melahap semua energi di dunia ini dan bahkan melahap Amerika sendiri

Propaganda Barat terhadap dunia Islam bukan cuma menghancurkan peradaban yang sudah dibangun selama 14 abad lebih, tapi juga menghancurkan serial tradisi ilmu yang sudah terawat selama 14 abad ini, dan melahirkan aliran baru yang belum pernah ada sebelumnya, yang bersifat destruktif dan menyeret dunia Islam pada masa kegelapan ilmu

Tapi kita tentunya sebagai orang beriman tidak boleh putus asa, bagaimanapun selama masih ada keimanan di hati dan keikhlasan maka harapan itu terus ada

Dan bahkan jika kita tidak berhasil di dunia ini, toh kita bukan ahli dunia, karena kita adalah para ahli akhirat dan itulah kenapa kita masih berada di dunia ini ;

untuk terus berjuang di jalan ini sampai titik terakhir

Teori Identitas Diri, Picard dan Seven of Nine

Kenapa novel atau film zaman dulu itu lebih gres dan epik daripada yang ada sekarang ini : karena banyak nilai-nilai filsafat dan simbol agama yang diselubungkan didalamnya

Misalnya trilogi pertama starwars itu penuh dengan simbol-simbol agama, bahkan tokoh Hans Solo itu sebenarnya adalah karakter asli dari George Lucas ; awalnya dia bajingan dan akhirnya malah jadi berubah pahlawan,

begitu juga dengan Indiana Jones, LOTR, Narnia, dsb….. Semua penuh dengan simbol dan kisah falsafah hidup

Makanya kalau sejak kecil sudah terbiasa dengan novel dan film berkualitas itu, membaca novel zaman now dan nonton film yang lagi trendi saat ini seperti melihat sampah aja rasanya, semua kecanggihan efek komputer, kegantengan dan kecantikan artisnya gak bisa menutupi jeleknya alur ceritanya,

Star Trek Picard ini sedang mencoba mengingatkan kita bahwa dulunya film dibuat dengan standar yang beda dengan film zaman now,

Mereka gak butuh aksi berbahaya yang seperti agen James Bourne atau pesawat super canggih dan teknologi terbaru….. Karena yang mereka gunakan adalah kekuatan falsafah hidup yang paling dasar :

Identitas diri

Falsafah ini dikembangkan oleh John Locke dan David Hume yang intinya untuk digunakan agar kita bisa menemukan identitas diri sejati kita, karena tanpa identitas diri itu maka apa bedanya kita sama manusia lainnya?

Identitas diri itu yang membedakan kita dari milyaran manusia lainnya di alam semesta ini.

Nah, dalam Star Trek Picard ini temanya masih mengulang tema klasik yaitu identitas diri si Android Data, dan ketika Data sudah mati itu Picard sangat merasa kehilangan, itu terjadi karena Data bukan sekedar manusia buatan dengan program komputer, tapi Data adalah manusia buatan dengan identitas diri yang utuh, hingga Picard tidak bisa mencari pengganti Data,

Makanya juga dalam serial ini dimunculkan tokoh dari Startrek Voyager : “Seven of Nine” yang sejak kecil diasimilasi oleh Borg, yang selalu berjuang mencari identitas dirinya karena sepanjang hidupnya dia tidak punya memori sebagai manusia utuh,

kehadiran Seven of Nine ini melengkapi perjuangan Picard untuk mencari jati dirinya, apalagi Picard juga punya pengalaman pernah diasimilasi oleh Borg, dimana ketika menjadi Borg itu tidak ada satu mahluk pun yang bisa mempunyai identitas diri yang utuh.

All and all, ini memang bukan sekedar review film Picard aja, karena saya juga udah telat nontonnya, mungkin karena saya sudah duluan skeptis dan berasumsi bahwa film ini sama jeleknya dengan film standar sampah zaman now……

Tapi ternyata tidak juga.

Diakhir pertemuan dengan Picard, Seven memberikan pertanyaan yang sangat penting (terutama karena Picard adalah mantan Borg juga seperti dirinya) :

“apakah kamu masih berjuang untuk menjadi manusia?”

“ya, setiap hari” jawab Picard